Laporan Studi Kasus mengenai sistem bypass pada proses produksi semen.
Sistem Bypass Pada Kiln-Preheater
Abstraksi
Semen
memainkan peranan penting sebagai material konstruksi sepanjang sejarah
peradaban manusia, sehingga antara semen dan pembangunan merupakan dua hal
penting yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan penduduk yang sangat tinggi di
era globalisasi ini turut meningkatkan kegiatan pembangunan, sehingga ini juga
secara langsung atau tidak, meningkatkan kebutuhan manusia akan semen.
Untuk
memenuhi kebutuhan yang semakin tinggi akan semen, maka para produsen berlomba
untuk meningkatkan produksi mereka, salah satu teknologi yang telah berhasil
dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran adalah suspension
preheater. Namun terdapat kendala yang ditemukan dalam preheater, diantaranya
adalah kecenderungan terjadinya blocking atau
mampat yang terjadi karena konsentrasi tinggi dari senyawa yang bersirkulasi,
dalam hal ini senyawa yang mengandung klorin, sulfur atau alkali. Untuk itu
diperlukanlah suatu teknologi yang dapat menghilangkan atau mengurangi
senyawa-senyawa tersebut secara efektif.
Sistem
bypass pada kiln-preheater adalah teknologi yang diperkenalkan dapat memberikan
solusi atas permasalahan tersebut. Dengan instalasi sistem ini, berarti gas
buang dari inlet kiln diekstraksi keluar dahulu sebelum masuk kembali kedalam
sistem, sehingga hal ini diharapkan dapat mengurangi konsentrasi senyawa-senyawa
yang bersirkulasi di dalam preheater.
1.
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Dalam 20 tahun terakhir ini, produsen
semen telah berhasil mengembangkan sebuah teknologi yang dapat mengefesiensikan
pembakaran pada kiln, yakni suspension preheater. Preheater sekarang dapat digunakan
untuk proses pemanasan awal dan kalsinasi awal dalam proses pembentukan
klinker. Pengembangannya, yaitu precalciner adalah suspension preheater yang
dilengkapi dengan “calciner” atau pembakaran di riser duct.
Dengan pengembangan teknologi ini, kapasitas
produksi klinker dapat ditingkatkan dan terbukti bisa meningkatkan derajat
kalsinasi yang tinggi. Dengan adanya kenaikan derajat kalsinasi yang tinggi di
preheater maka proses decarbonisasi didalam kiln tinggal sedikit dan pemakaian
bahan bakar di main burner bisa dikurangi sehingga bata tahan api didalam kiln
dapat lebih awet. Selain itu, diameter kiln bisa lebih kecil dan lebih pendek
dengan thermal load lebih rendah. Semua hal ini membuat operasi kiln lebih
stabil dan mudah dikontrol.
Setelah ditemukannya new suspension
preheater atau precalciner yang terbukti sangat efektif dan efisien untuk
proses produksi semen, maka hampir semua pembuat pabrik semen berlomba untuk
mengembangkannya. Dalam pengembangan suspension preheater sistem ini,
masing-masing pembuat pabrik semen mempunyai design yang berbeda-beda, tetapi
mempunyai tujuan yang sama yaitu menaikkan derajat kalsinasi dan meningkatkan
kapasitas produksi serta menurunkan konsumsi energi, terutama energi panas yang
digunakan.
Sistem preheater sekarang sebagian
besar menggunakan system perpindahan panas co-current dimana umumnya
menggunakan ducting yang panjang dan menggunakan cyclone bertingkat. Aliran
material dimasukkan pada inlet duct cyclone paling atas kemudian secara bersamaan
bertemu gas panas dari bawah. Dengan sistem ini waktu kontak material dan gas
panas lebih lama dan lebih efisien dibandingkan dengan perpindahan panas counter-current
(berlawanan arah).
Bila ditinjau dari kadar air umpan
bakunya, saat ini kebanyakan pabrik-pabrik semen menggunakan proses kering
dalam proses pembentukan klinkernya, dimana tepung baku (raw meal) yang
diumpankan berkadar air < 1%. Untuk menghilangkan kadar air, maka raw meal
disuspensikan kedalam sistem prapemanas yang dilakukan diluar kiln. Didalam
burning zone kiln terjadi penguapan karena pembakaran dengan suhu mencapai 1000
derajat Celcius sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menguap, beberapa
diantaranya adalah senyawa alkali, sulfur, dan klorin yang dapat menimbulkan
masalah mampat di sistem preheater (clogging problem) yang terjadi karena
adanya masalah sirkulasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan untuk
mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah dengan instalasi sistem
bypass.
2.
Pembahasan
2.1 Landasan Teori
Apabila ditinjau berdasarkan suplai
udara untuk proses pembakaran di precalciner, maka precalciner bisa dibedakan
menjadi dua macam, diantaranya :
-
AT (Air Through) : Udara pembakaran
untuk precalciner hanya didapat dari dalam kiln.
-
AS (Air Separate) : Udara pembakaran
untuk precalciner didapat dari cooler melalui teriary air duct yang disebut secondary
air.
Sistem
AT tidak banyak lagi dikembangkan karena proses pembakaran dipreheater tidak
optimal. Sementara sistem AS yang lebih banyak dikembangkan oleh semua pabrik
semen, karena terbukti bisa meningkatkan derajat kalsinasi dan rendah konsumsi
panasnya.
Prinsip Dasar
Precalciner Air Separate System
Dengan proses tersebut maka gas
buang dari kiln tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk proses pengeringan
bahan mentah dan kalsinasi awal pada preheater ataupun untuk proses pengeringan
bahan bakar ( batubara /coal) karena suhunya masih tinggi. Precalciner AS
terbukti bisa meningkatkan kapasitas produksi bila dibandingkan dengan preheater
biasa. Dengan menggunakan system ini kapasitas produksi yang bisa dicapai 7500
ton/hari hingga lebih dari 10.000 ton/hari.
Selain bisa meningkatkan kapasitas
produksi, konsumsi panas yang digunakan sangat rendah (< 700 kcal/kg
clinker) dan temperature top SP rata-rata rendah (< 360oC).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknologi precalciner merupakan teknologi
pembakaran yang paling baik yang ada saat ini.
2.2 Tinjauan Kasus
Preheater kiln berkontribusi dalam
mengefisiensikan energi yang dibutuhkan dalam pembuatan klinker, tetapi sistem preheater
ini juga menimbulkan kendala, salah satunya yaitu terjadi sirkulasi kandungan senyawa-senyawa
volatile yang dapat membuat masalah mampat di sistem preheater itu sendiri
(clogging problem).
Hal ini terjadi karena senyawa-senyawa
tersebut, sulfur dan klorin, yang dapat berasal dari raw meal ataupun bahan
bakar alternatif, menguap di zona burning kiln dan terbawa dalam bentuk gas
kembali ke preheater, karena suhu rendah maka gas-gas tersebut kembali ke
bentuk padat, bercampur dengan raw mix lalu kembali masuk ke burning zone kiln,
menguap kembali dan bersirkulasi seperti itu terus sehingga akan meningkatkan
konsentrasi senyawa-senyawa tersebut didalam sistem pembakaran.
Aliran gas panas kiln – preheater
Pengendapan
gas-gas tersebut biasanya terjadi di preheater, karena suhu di preheater (sekitar
700oC) lebih rendah dari burning kiln zone yang rata-rata 900 – 1000oC
sehingga gas-gas tersebut kembali kedalam bentuk yang tidak terlalu padat atau
sticky dan bercampur kembali dengan rawmix.
Ini menyebabkan raw mix yang berada di preheater menjadi lebih lengket
dan berpotensi menimbulkan blocking pada saluran/duct yang dilewatinya,
terutama yang berada di bottom cyclone atau cyclone yang paling bawah.
Untuk
itu, setelah gas-gas tersebut keluar dari inlet kiln secepatnya dilakukan
tindakan bypass, yaitu mengekstraksi gas keluar sebelum masuk ke preheater dan
melakukan quenching atau pendingingan tiba-tiba untuk gas tersebut, dari suhu
yang tadinya sekitar 1000oC menjadi kurang dari 450oC,
karena bila tidak dengan menggunakan proses quenching dan suhu gas yang membawa
senyawa-senyawa tersebut hanya turun sampai 700oC maka
senyawa-senyawa ini akan membentuk kondisi sticky
yang hal ini dapat menyebabkan clogging problem. Itulah kenapa perlu secepatnya
dilakukan quenching sampai kurang dari 450oC sehingga
senyawa-senyawa tersebut membentuk kondisi non-sticky
yang lebih mudah untuk ditangani dan tidak menimbulkan blocking.
Kandungan
terbesar sulfur dan klorin berasal dari bahan mentah atau raw materials. Dalam
banyak kasus, limestone atau batu kapur adalah penyumbang terbanyak klorin,
alkali dan sulfur yang masuk dalam pembakaran kiln. tentu saja ini dikarenakan
karena batu kapur adalah bahan utama dalam membuat semen. Bahan bakar pun ikut juga
menyumbangkan klorin dan sulfur, sebagaimana yang bisa dilihat dari tabel
dibawah ini:
Overview of some chlorine and
sulphur concentrations
|
||
Raw material/fuel
|
Sulphur content (mass %)
|
Chlorine content (mass %)
|
Limestone
|
0.03-0.6
|
0.005-0.02
|
Clay
|
0.1-3
|
0.005-0.04
|
Coal
|
0.5-2.1
|
0.01-0.02
|
Petcoke
|
2.5-8
|
0.01-0.04
|
RDF
|
0.1-1.7
|
0.01-0.8
|
Source:
VDZ-Zementchemietagung 2011, Presentation of Cordes – VDZ data, Locher
2.1.1
Analisa water quenching bypass system
Instalasi
system bypass telah dibuktikan dapat membatasi sirkulasi senyawa-senyawa
volatile, terutama klorin. Sistem bypass ini selain mengurangi tingkat
konsentrasi senyawa-senyawa volatile juga dapat memisahkan dust dan gas panas
sehingga dust tersebut bisa digunakan kembali sebagai umpan di preheater.
Seperti
yang bisa dilihat dari gambar diatas, lokasi yang paling efisien dalam
penempatan bypass adalah pada kiln inlet chamber atau bagian terbawah pada
riser duct, hal ini dikarenakan konsentrasi klorin, sulfur dan alkali dalam gas
didaerah tersebut adalah yang paling tinggi.
Ada
beberapa metode dalam proses bypass ini, salah satu metode dalam sistem bypass
ini adalah dengan menggunakan water quenching. Ada beberapa pertimbangan
menggunakan air (water) dibandingkan dengan udara sebagai pendinginnya. Dengan
water quenching, hasil quenching akan menghasilkan gas temperatur rendah yang
diinginkan dengan tingkat humidity yang lebih tinggi. Hal ini akan memberikan
banyak keuntungan pada proses bypass, karena ini akan meningkatkan efisiensi
dari electrostatic filter dalam menangkap debu dalam system bypass ini.
Banyak
sistem bypass saat ini dilakukan dengan menggunakan udara untuk proses
quenching didalam quenching chamber-nya. Masalah dari metode ini mungkin adalah
banyaknya udara yang dibutuhkan dalam proses quenching bypass-nya Hal ini diperkirakan
akan meningkatkan volume dari gas hasil bypass sehingga akan menurunkan tingkat
efisiensi dust filter tersebut. Dengan kata lain, dibutuhkan dust filter yang
lebih besar.
Analisa
perbandingan menggunakan proses water
quenching dengan air quenching
:
1)
Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
volume dari water quenched bypass
lebih rendah daripada volume air quenched
gases yang itu berarti lebih tingginya efisiensi dari dust filter. Dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.a) Satu gram air, dipanaskan dalam suhu
lingkungan, katakanlah dari 30oC menjadi 450 oC adalah dengan
menyerap sekitar 950 kal, dari
perhitungan:
·
70 kal (air dari suhu 30 oC
menjadi 100 oC)
·
540 kal (air dari suhu 100 oC
menjadi uap air di suhu latent evaporasi 100 oC)
·
350 kal (dari uap air bersuhu 100 oC
menjadi uap air bersuhu 450 oC)
1.b) Satu gram udara, dari suhu, katakanlah 30
oC menjadi 450 oC hanya menyerap sekitar 126 kal, dari perhitungan:
·
(450 oC - 30 oC) *
0.3 kal/gram udara/ oC.
Dari
1.a dan 1.b jelas bahwa satu gram air mempunyai cooling effect yang sama dengan 7.5 gram udara dalam menyerap
jumlah panas yang sama, bila dipanaskan dari 30 oC sampai 450 oC.
Sehingga dapat dikatakan, water quenching menghasilkan lebih sedikit volume
quenched gas bila dibandingkan dengan proses quenching menggunakan udara dalam
bypass.
2)
Meningkatkan tingkat humidity dari
quenched gas. Hal ini akan menghasilkan :
2.a)
Meningkatkan efisiensi dari electrostatic
dust precipitator karena meningkatnya humidity dari gas.
2.b)
Menurunkan jumlah kebutuhan air dalam cooling
tower, karena dengan menggunakan water chamber, selain menurunkan
temperatur tetapi juga mendapatkan tingkat humidity yang sesuai untuk
electrostatic dust filter agar dapat beroperasi secara efisien.
Hal
ini dapat berpengaruh pada berkurangnya kemungkinan problem pada cooling tower
yang mungkin dapat menyebabkan kiln berhenti beroperasi. Bahkan dengan water
quenching bypass ini diharapkan dapat menggantikan cooling tower dalam
menurunkan temperatur yang sesuai untuk dust filter. Sehingga ini dapat
menghemat biaya operasi dan maintenance dari cooling tower.
3)
Konsumsi daya listrik dapat dihemat
karena menurunkan air quenching fan speed.
Bahkan gas fan speed pada system bypass dapat dikurangi karena volume
total dari gas di bypass lebih sedikit bila dibanding dengan total volume gas
yang menggunakan air quenched.
Pengurangan dari volume total dari gas ini berarti dapat menurunkan kerja fan
dan secara berkelanjutan dapat mengurangi konsumsi listrik dari fan.
Dengan
ini dapat dikatakan, penggunaan sistem water quenching dapat meningkatkan
efisiensi dari dust filter, serta dapat menghemat biaya dari cooling tower dan
konsumsi listrik bila dibandingkan menggunakan sistem air quenching.
3.
Penutup
3.1 Kesimpulan
Akumulasi
dari klorin, sulfur dan alkali yang tinggi dapat menimbulkan masalah mampat
(clogging problem) pada preheater, terutama pada bottom cyclone-nya. hal ini
dapat diatasi dengan penginstalasian sistem bypass, sehinnga dapat mengurangi
kosentrasi senyawa-senyawa yang bersirkulasi.
Sistem bypass, dalam hal ini
menggunakan water quenching, dapat diaplikasikan pada industri pembuatan semen
yang menggunakan preheater atau proses kering (dry production process) yang
diinstalasikan bilamana sistem kiln membutuhkan bypass pada sirkulasi gas panasnya
untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang
tidak diinginkan seperti klorin, sulfur atau alkali.
3.2 Pendapat saya
Menurut
saya, masalah ini timbul karena kandungan senyawa-senyawa klorin, sulfur dan
alkali pada bahan mentah ataupun bahan bakar yang cukup tinggi, disamping
memang sistem preheater sangat sensitif terhadap masalah sirkulasi
senyawa-senyawa tersebut. Untuk meminimalisir hal ini perlu diadakan kontrol
dalam pemakaian bahan mentah dan bahan bakar, sehingga kandungan
senyawa-senyawa tersebut dapat ditekan seminimal mungkin.
Namun
bila penggantian bahan mentah atau bahan bakar tidak memungkinkan atau untuk
alasan ekonomis, maka dengan diinstalasinya sistem bypass ini memungkinkan
plant untuk meningkatkan avalaibilty-nya, atau dengan kata lain dapat lebih
fleksibel dalam memakai bahan mentah atau
bahan bakar alternatif.
Seperti
yang dijelaskan diatas, instalasi sistem bypass ini mungkin dipicu oleh situasi
ketersediaan bahan mentah lokal ataupun juga usaha dari produsen semen itu
sendiri untuk meningkatkan penggunaan bahan mentah atau bahan bakar alternatif.
Dengan pengalaman industri semen dalam mencari solusi-solusi baru dalam
pengoptimalan proses dan energi, maka hal itu secara tidak langsung juga
menjawab pertanyaan-pertanyaan lain yang penting, seperti misalnya mengenai
efisiensi atau pengolahan gas dan debu, sehingga hal-hal tersebut dapat diatasi
secara memuaskan, seperti halnya dalam penggunaan system bypass ini. Sekian.
karak nyaho ane za mun nte bloger oge, hahaha
BalasHapussugan teh blog saha