Onitsuka Tiger merupakan brand sepatu Jepang yang telah berdiri sejak tahun 1950-an. Kepopuleran desain dan logo sepatu ini sudah tidak dapat diragukan lagi, khususnya di Indonesia. Kesuksesan Onitsuka Tiger di tahun 1966 turut melebarkan title sebagai sport shoes maker terbaik di Jepang. Tentu saja yang paling terkenal adalah series Meksiko di tahun 1978
Beberapa series klasik turut mengalami pembaharuan, reinterpretasi, dan bahkan diciptakan kembali. Terutama series MEKSIKO 66, CALIFORNIA 78 dan NIPPON MAD yang dikenal sebagai signature brand ini.
Lalu apakah Brand ASICS itu? dan apa perbedaannya dengan Onitsuka Tiger?
Para sneakerhead atau pecinta sepatu pastinya sudah sangat paham dengan kedua nama ini ASICS dan Onitsuka Tiger? Namun masih ada aja nih yang bingung apakah kedua mereka ini sebenernya sama atau nggak, apalagi keduanya adalah sama-sama berasal dari Jepang.??
Nah.... Jawabannya adalah SAMA guys..
Onitsuka Co Ltd dibangun pada tahun 1949 oleh seorang mantan perwira militer berusia 32 tahun bernama Kihachiro Onitsuka.
Saat itu, onitsuka ingin membangun kembali harga diri dan kepercayaan diri masyarakat Jepang terutama para pemudanya pasca perang melalui kegiatan olahraga atau atletik.
Sebenarnya produk pertama Onitsuka Tiger adalah sepatu basket yang menyerupai sandal jerami, yang kemudian membuat Onitsuka untuk mendesain sepatu yang lebih baik dan cocok untuk para pemain basket di lapangan.
Pada 1952, Onitsuka membuat sepatu yang lebih efektif yang langsung mendapatkan kepopuleran di seluruh Jepang dan membuatnya makin sukses dalam bisnis.
Phil Knight, salah satu pendiri Blue Ribbon Sports yang kini menjadi Nike, kagum dengan sepatu Onitsuka Tiger yang memiliki kualitas tinggi namun harganya tetap terjangkau. Lalu pada 1963, ia datang ke Jepang untuk berkunjung ke kantor Onitsuka Tiger dan meminta untuk menjadi agen penjualan mereka di AS.
Desain stripe khas sepatu ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1966 selama uji coba pra-Olimpiade untuk Olimpiade Musim Panas 1968 di Mexico City. LIMBER menjadi model pertama yang menampilkan garis tersebut di sisi bagian atas. Garis-garis ini kemudian menjadi desain ikonik yang terkenal pada sepatu Onitsuka Tiger lainnya yang kini disebut MEXICO 66.
Lalu pada tahun 1972, GTO, Jelenk, dan Onitsuka menggabungkan perusahaan mereka untuk membangun kantor penjualan regional dekat Hokkaido untuk Olimpiade Musim Dingin 1972. Pada 1977, mereka secara resmi bergabung dan terbentuk lah ASICS.
Nama ASICS sendiri merupakan singkatan dari ungkapan "Anima Sana In Corpore Sano" atau kita lebih mengenalnya dengan "mens sana in corpore sano".
Dan setelah mereka bergabung pun, ASICS masih tetap menjual sepatu-sepatu Onitsuka Tiger bergaya klasik, termasuk Mexico 66, ke seluruh dunia.
Namun yang membuat bingung adalah hukum di Indonesia...
Pada tahun 80-an, dua pengusaha Jakarta memulai petualangannya sendiri di bisnis sepatu. Theng Tjhing Djie dan Liog Hian Fa, mendaftarkan logo dan hak cipta 'Onitsuka Tiger' ke pemerintah Indonesia. Hak logo turut dipegang Djie dan Fa sejak 1995, dibuktikan dokumen notaris yang mengatakan mereka satu-satunya pencipta logo tersebut di Indonesia. Mereka memiliki bukti brosur yang menampilkan produk berlogo ASICS di 1996 tapi dijual lewat nama PROFESSIONAL.
Terdaftarnya merek ini memicu sengketa bisnis yang panas, setelah ASICS menyadari ada perusahaan lokal memakai merek Onitsuka Tiger tanpa izin. Hasil persidangan panjang yang diumumkan lewat situs resmi Mahkamah Agung sangat mengejutkan.
ASICS Corporation kalah di semua tingkatan pengadilan
Awalnya tim pengacara ASICS optimis bisa memenangkan gugatan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 2010. Perusahaan Jepang ini menuntut ganti rugi Rp6 miliar sebagai kompensasi atas pencurian logo dan potensi hilangnya pendapatan karena Onitsuka Tiger sudah dijual selama dua dekade di Tanah Air tanpa ada keterlibatan ASICS sama sekali. Majelis Hakim menolak gugatan ASICS, menenangkan dua pengusaha Jakarta itu karena mereka terbukti lebih dulu mendaftarkan merek tersebut ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pengadilan Tinggi mengulang putusan pengadilan sebelumnya. Dan sekarang, Mahkamah Agung, turut menolak gugatan ASICS.
Pengusaha Indonesia justru tak senang dengan cara kerja pengadilan yang sekilas tampak pro-pebisnis lokal. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyesalkan kekalahan ASICS, dan banyak merek global lainnya, di meja hijau. Putusan MA dianggap melegalkan pembajakan dan pencurian properti Intelektual terang-terangan. Kejadian yang terus berulang ini bisa membuat investor asing jadi tak percaya pada kepastian hukum lokal. Dampak buruk lainnya, pasar Indonesia berpeluang dibanjiri produk tiruan dan barang asli yang mahal karena harus impor.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Mau lebih seru lagi? coba pencet Ctrl + D trus klik Done/Ok !